Saya memang bukan orang yang sudah menonton semua film, bukan juga orang yang sudah membaca semua buku. Jadi, pemikiran yang saya lontarkan disini, bisa jadi tidak adil. Mungkin bahkan terlalu personal.
Di pertengahan masa kuliah, saya pernah membaca sebuah buku tentang film-film yang diadaptasi dari novel atau karya sastra. Saya tidak bisa mengingat judul persisnya, yang saya ingat, di dalam buku tersebut, Garin Nugroho menyebutkan bahwa sejarah adaptasi merupakan sejarah awal pembuatan film, karena pada dasarnya, film memang selalu berusaha mengadaptasi kehidupan. Jadi, cerita yang diangkat dari sebuah novel atau buku adalah hal yang wajar.
Saya sendiri adalah seorang pecinta buku sekaligus penikmat film. Namun, harus saya akui, lebih banyak buku yang saya baca, daripada film yang saya tonton.
Keterkaitan antara hal yang saya sukai (buku) dengan hal saya nikmati (film) itu, saya sadari ketika kisah Harry Potter diangkat ke layar lebar. Waktu itu, jujur saya agak kecewa. Bukan karena para tokoh gagal memerankan sosok-sosok dalam cerita Harry Potter, melainkan karena film tersebut telah merusak semua imajinasi yang pernah saya bentuk ketika membaca novel Harry Potter. Sejak filmnya diputar, saya kemudian terbiasa untuk membaca seri-seri lanjutannya dengan penggambaran seperti wajah-wajah yang ada di film. Buyar sudah, semua sosok tak berbentuk yang sebelumnya saya konstruksi di alam pikiran saya.
Hal yang sama juga terjadi ketika saya menonton The Lord of The Ring dan Ayat-ayat Cinta. Semua yang pernah ada di otak saya tergantikan oleh sosok Fedi Nuril, Riyanti atau Elijah Wood dan Orlando Bloom.
Kemudian, yang jadi trend saat ini adalah membuat film menjadi buku. Semisal Kawin Kontrak, dll. Mengangkat cerita dari film ke buku memang menjadi strategi pasar tersendiri. Baru-baru ini saja, banyak lagu yang kemudian dibuat menjadi buku. Tujuannya satu, meningkatkan angka penjualan karena asumsinya, film dan lagu yang diadaptasi tersebut telah mempunyai penggemar.
Secara kualitas, saya sendiri agak terganggu dengan film yang dijadikan buku atau buku yang dijadikan film, meskipun harus saya akui, karya-karya seperti The Motorcycle Diaries, Dead Poet Society, dan Laskar Pelangi merupakan karya-karya yang menurut saya sangat sukses dalam adaptasinya.
Jadi sekarang terserah Anda, mana yang anda pilih, buku jadi film? atau film jadi buku?
Leave a Reply