Sebenarnya saya bukanlah #timseries, saya lebih cenderung ke #timfilm (tentang hal ini bisa didengarkan di sini). Serial yang berkepanjangan is not my cup of tea. Tapi belakangan sejak menggemari karya-karya BTS, saya tertarik juga untuk menonton K-Drama. Awalnya karena mendengarkan soundtrack serial televisi yang dinyanyikan oleh para anggota BTS, lalu karena tahu bahwa V merupakan anggota the WOOGA squad yang beranggotakan aktor-aktor K-Drama. Dari situ saya kemudian mencoba “berkenalan” lebih jauh dengan K-Drama, terutama yang bergenre romantis.

Genre ini memang merupakan salah satu magic bullet saya jika sedang suntuk atau butuh inspirasi tulisan. Saya sudah mengeksplorasi genre ini dari berbagai negara: Thailand, Filipina, India, Nigeria, Turki, Italia, Spanyol, Brazil, dan entah mana lagi. Tapi sebelum-sebelumnya, hanya sebatas film, bukan serial.

Salah satu alasan mengapa saya kurang begitu suka dengan medium serial adalah karena saya kurang sabar menunggu ending. Haha. Rasanya pengen segera tahu akhirnya seperti apa. Jadi kalau pun menonton, godaan binge watching sangatlah kuat :D.

Untuk K-Drama sendiri, K-Drama yang pernah saya tonton secara utuh dari episode pertama hingga terakhir hanyalah Reply 1988 dan Squid Game. Itupun karena saya menonton bareng Z yang lebih betah dan sabar menonton serial tanpa tertarik mengecek ending-nya. Selebihnya saya menonton K-Drama dengan cara menonton episode 1, lalu episode terakhir, baru balik ke episode-episode yang lain dengan cara melewati bagian-bagian yang menurut saya terlalu bertele-tele. Atau, saya membaca dulu recap episodenya di internet, lalu menonton episode 1, episode-episode yang saya anggap menarik baru episode terakhir, tapi tetap dengan cara skip, skip, skip. Hehe. Saya memang bukan anti spoiler, jadi tahu akhir ceritanya sebelum menonton tidaklah menjadi soal buat saya.

Dengan model menonton yang seperti, sejak dua bulan terakhir, saya sudah menonton lebih dari sepuluh K-Drama. Sebut saja Our Beloved Summer, Business Proposal, My Roommate Is a Gumiho, Hometown Cha Cha Cha, Nevertheless, Backstreet Rookie, What’s Wrong with Secretary Kim, She Was Pretty, Dali and Coocky Prince, Love to Hate You dan Fight for My Way.

Dari pengalaman menonton judul-judul tersebut, saya menemukan formula yang memang lazim ditemui dalam genre romantis. Sebuah formula yang membedakan genre ini dengan yang lain. Kalau Bollywood pernah menerjemahkan formula ini dengan menari mengelilingi pohon saat hari sedang hujan, dan Hollywood menerjemahkannya dengan adegan berciuman di scene terakhir, maka K-Drama merumuskannnya dengan cara-cara berikut:

  1. Catch me if I fall … (Or, let’s just fall together)

Di hampir semua judul yang saya tonton, saya selalu menemukan adegan ini. Satu adegan yang diikuti dengan epiphany atau moment of sudden revelation. Umumnya, pemeran utama perempuannyalah yang tersandung atau terpeleset, untuk kemudian ditangkap oleh pemeran laki-laki dalam sebuah slow motion. Tapi dalam beberapa adegan, role ini bisa dibalik (perempuan yang menangkap laki-lakinya), atau mereka justru jatuh bersama-sama.

2. Opposites Attract

Mulai dari CEO yang jatuh hati pada karyawannya sendiri, artis yang jatuh cinta dengan orang biasa, atau sekedar dua orang dengan karakter yang bertolak belakang, K-Drama sering mengeksplorasi ide ini. Biasanya, dalam formula ini, akan ada penolakan atau minimal keraguan dari salah satu (atau dua) anggota keluarga. Emosi kemudian dibangun di sekitar konflik tersebut.

3. Fake it till we feel it

Pepatah Jawa “Witing tresno jalaran soko kulino” rupanya juga menjadi salah satu formula dalam K-Drama. Umumnya, pemeran utama memutuskan untuk berpura-pura memiliki hubungan dengan tujuan bermacam-macam. Lalu lambat laun, hubungan pura-pura itupun berubah menjadi perasaan yang sebenarnya.

4. Trauma masa lalu

K-Drama juga menggunakan trauma masa lalu untuk menambah bumbu romantis di dalam cerita. Kecelakaan, kehilangan orang terkasih dan menjadi korban penculikan adalah beberapa trauma yang banyak disisipkan dalam genre ini. Trauma ini biasanya ditandai dengan phobia yang hanya bisa disembuhkan oleh si love interest dari pemeran tersebut.

Dalam formula ini, masa lalu tidak hanya membawa serta trauma, tapi juga semacam takdir. Misal, para pemeran protagonis bisa memiliki semacam shared trauma ketika kecil dan baru bertemu lagi ketika dewasa.

5. Love Triangle

Rumus lama ini tentu saja masih relevan dan sering digunakan dalam genre romantis. Cinta segitiga ini biasanya datang dari kawan sendiri, cinta lama yang belum terungkapkan atau orang baru yang tidak kalah menarik dari pemeran utama. Namun, yang sedikit membedakan K-Drama dengan drama yang lain adalah bahwa dalam K-Drama, pihak yang kalah dalam cinta segitiga ini biasanya tetap menemukan cinta yang lain atau minimal menemukan diri mereka sendiri. So, it’s a happy ending for everyone.

Formula-formula ini memang bukanlah hal baru dalam tontonan bergenre romantis. Hanya eksekusinya saja yang kadang bervariasi. Film romantis Thailand umumnya membuat ending-nya seolah-olah tidak sesuai dengan harapan penonton, hanya untuk kemudian memberikan epilogue yang menunjukkan bahwa para pemeran protagonisnya pada akhirnya tetap bersama. Sementara film romantis Filipina mengambil grand gesture ala Hollywood seperti pernyataan cinta di depan umum, diikuti dengan tepuk tangan serta kissing scene (atau bisa juga almost kissing scene).

Bagaimanpun, secara teori, genre romantis memang ditandai dengan dua elemen dasar, yaitu kisah cinta sentral dan akhir yang memuaskan secara emosional. Pada genre ini, plot utama berpusat pada individu yang jatuh cinta dan berjuang untuk membuat hubungan itu berhasil. Tentu saja ada subplot, tapi setiap subplot harus selalu kembali ke plot utama. Selain itu, dari segi akhir, genre ini harus meninggalkan perasaan optimis pada penonton. Jadi kalau genre ini sering dianggap terlalu sweet, menye-menye, dan too good to be true, ya memang begitulah adanya.

Kita menonton serial atau film dengan motif bermacam-macam. Buat saya yang seringnya menonton untuk menghibur diri, genre yang satu ini menjadi solusi. Tapi ada juga yang stress release-nya justru menonton tayangan bergenre thriller, action atau horor. Saya sendiri tidak anti genre lain. Kalau sedang bosan atau butuh tontonan lain, saya tak keberatan dengan genre thriller atau action, buktinya saya tetap menonton Dark dan Alice in Borderland. Tapi karena default saya memang hopeless romantic, jadi wajar kalau genre ini tetap menjadi frequently played genre di list saya.

Jadi baiknya malam ini saya nonton K-Drama apa ya? πŸ™‚

3 responses

  1. Nonton Taxi Driveeer, saya baru aja selesai season pertamanya dan selalu ngakak tiap keinget secen Wang Tao Zi dan Ms. Lim. Kalo kakak sering liat cuplikan2 scene di drakor, mungkin pernah ngeliat editan kocak dari drakor ini..

    ..meskipun drakornya bukan bergenre romantis sih 😁

    1. Ohhh iya banyak yg rekomendasiin ini, katanya bagus, crime ya genrenya? sip sip, masukin ke my list dulu πŸ˜ŠπŸ‘ŒπŸΌπŸ™πŸΌ

  2. Hallo kak, info tentang “5 Formula Drama Korea Bergenre Romantis” keren banget, btw aku mau numpang share artikel tentang drama korea ya kak.
    hallo, apakah kalian sedang mencari drama korea action terbaik? yuk cek artikel di website ini, kamu wajib nonton!
    https://hubstler.com/5-rekomendasi-drakor-action-terbaik/

Leave a comment

The author

Hayu Hamemayu is a word bender, whose work has appeared in The Conversation Indonesia, The Jakarta Post, Media Indonesia,Β Kompas, Majalah Kartini, Indonesia Travel Magazine, and The Newbie Guide to Sweden among others.

A WordPress.com Website.