*dimuat di Majalah Kartini Edisi Maret – April 2017

“Ursäkta!’’[1]
Sebuah suara terdengar dari balik punggungku. Satu suara yang rasanya kukenal. Tapi siapa? Kamu kah? Aku membalikkan badan penuh harap.
Ternyata bukan. Bukan kamu yang berdiri di sana. Justru si pelayan kafe tempat aku baru saja menghabiskan waktu. Tentu saja aku kenal dengan suaranya. Bukankah dia yang selalu melayani pesanan kopiku? Atau kopimu lebih tepatnya. Pelayan itu menggumamkan sesuatu dalam bahasa Swedia. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala tak mengerti.
“Jag talar inte Svenska[2],” kataku akhirnya.
“You left your phone in the café,” katanya sambil mengulurkan telepon genggamku yang ternyata ketinggalan.
Aku ingat tadi memang meletakkannya di atas meja. Usai memantau akun-akun media sosialmu. Mencari tahu kabarmu seperti apa. Dan masih adakah aku di sana. Mungkin aku terlalu sibuk dengan pikiran tentangmu sehingga tak sadar telepon genggamku tertinggal. Tanganku bergerak mengambil telepon genggam dari tangannya.
“Tack[3],” ucapku sopan.
Dia hanya mengangguk.
“Are you okay?” ujarnya tiba-tiba, mengagetkanku.
“Yeah, I’m.. I’m fine,” jawabku tak yakin.
Pelayan itu hanya tersenyum lalu membalikkan punggung dan bergegas kembali ke kafenya.
Leave a Reply