Musim dingin memang identik dengan suasana sendu. Cocok untuk merenung dan mengharu biru. Ditambah dengan keberadaan bayi mungil yang membuat lebih jarang keluar rumah, jadilah hari-hari dilalui dengan sesekali menulis puisi (kalau sempat dan sedang ada ide tentu saja 😀 ). Puisi-puisi pendek ini sebelumnya sudah saya unggah di Instagram dengan tagar #ceritamusimdingin. Saya tuliskan ulang di sini sekedar sebagai arsip saja. Selamat membaca 🙂
Sepasang tanaman berbincang tentang rencana hari itu.
Tentang haruskah mereka keluar rumah saat cuaca dingin bersalju.
Yang satu tak ingin bertemu angin, atau basah sisa badai tadi pagi.
Yang satu enggan memakai baju tebal, juga beraneka ritual demi membungkus diri.
“Mungkin sebaiknya kita di rumah saja,” kata tanaman pertama.
Yang langsung disambut anggukan tanaman kedua.
“Iya, aku juga masih betah duduk lama-lama. Mengamati kita menua bersama,” tambahnya.(Lund, January 21, 2019)
—————————————————————————————————————————————–
Kuberikan padamu, 24 tangkai kembang salju.
Tanda cinta abadi berbalut rindu.
”Gombal! Mana ada itu kembang salju?” tanyamu.
”Aku juga tak tahu. Tapi mana ada cinta yang tak berbalut rindu?” elakku.
(Lund, January 18, 2019)
—————————————————————————————————————————————–
Minggu ketiga Januari.
Udara dipenuhi aroma gurih roti panggang yang baru matang.
Ranting-ranting menjelma putih tertutup salju.
Suara sepatu beradu dengan setapak licin berbatu.
Langkah-langkah berjalan tergesa.
Tangan-tangan dijejalkan ke saku jaket, atau celana.
Sementara di sudut jendela, seekor kucing enggan beranjak dari peraduannya.
Musim dingin sudah tiba di Lund.
(Lund, January 17, 2019)
Leave a Reply