Dua minggu terakhir ini, rumah mungil kami kedatangan tamu-tamu dari jauh. Rombongan tamu pertama, teman SMA saya yang sekarang bekerja di Texas, Amerika Serikat. Rombongan berikutnya, teman-teman kuliah S1 suami saya (yang kemudian jadi teman saya juga) dengan komposisi cukup unik: yang satu saat ini sedang bermukim di Jerman sedangkan yang satunya tinggal di Jakarta tapi tengah menghadiri acara di Jerman. Jadilah mereka kemudian datang bersama-sama 🙂 .
Dari dua rombongan yang tak saling kenal itu, ternyata ada satu hal yang serupa, yaitu kesan mereka terhadap cuaca dan musim di Swedia 😄 . Beberapa saat setelah menginjakkan kaki di tanah Lund, mereka kompak berujar:
“Lund dingin ya, Hay?”
Dan saya hanya bisa tersenyum sambil bilang:
“Well, welcome to Sweden!”
Template cuaca di Swedia memang lebih dingin dibandingkan negara-negara Eropa tengah atau selatan. Bahkan Lund, yang notabene belum terlalu dekat dengan kutub utara, tetap saja “dianugerahi” angin Nordic yang kencang dan dingin. Jadi meskipun pengukur suhu sama-sama menunjukkan angka 9 derajat celcius di Lund dan di Texas atau di kota lain di Eropa tengah, percayalah, di Lund realitasnya pasti lebih dingin. Bahkan real feel-nya bisa tembus minus 😅 . Tak heran banyak yang bilang, “Once you’ve survived Swedish winter, anywhere else would be just fine.” 😁👌🏼
Sedikit apes memang untuk teman-teman saya itu, karena mereka datang saat Lund mengalami apa yang disebut Sveriges meteorologiska och hydrologiska institut (SMHI), semacam BMKGnya Swedia sebagai “a teaser for winter”. Suhu rerata musim gugur yang biasanya masih belum jauh dari 10 derajat, tiba-tiba drop di bawah nol. Setelah musim panas yang luar biasa hangat, dan awal musim gugur yang melenakan, Lund seolah “balas dendam” dengan menghadirkan angin dingin, hujan es dan salju di bulan Oktober. Yup. Salju di bulan Oktober bukanlah hal yang lazim meskipun sudah pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya (katanya 😀 ).
Alhasil, mereka pun jadi harus menjelajahi Lund dan Malmö di tengah hembusan angin dan hujan. Bahkan stroller teman saya terdorong angin hingga beberapa meter sewaktu kami mengunjungi Turning Torso 😆.
Jujur, awalnya kami sempat agak panik karena bingung mau mengajak ke mana saja yang sesuai standar kota besar macam tempat tinggal mereka. Lund kota yang cantik menurut saya sekeluarga. Tapi Lund tetap saja kota kecil yang sepi dan tak banyak menawarkan ikon pariwisata ala kota besar. Swedia saja, sebagai negara, tidak punya slogan pariwisata 😅 .
Untungnya, teman-teman saya itu bukan tipe pejalan yang rewel. Yang harus ini atau harus itu demi memenuhi target kunjungan. Maka ngobrol dan makan malam dengan menu ala Stångby kitchen, jalan-jalan di kota tua Lund dan Malmö, mampir fika di kafe-kafe favorit, masuk ke toko-toko khas Swedia, main di perpustakaan kota, berburu barang preloved berkualitas di toko langganan, dan tentu saja berfoto di depan ikon-ikon kota Lund dan Malmö menjadi hal-hal yang bisa kami tawarkan.
Tentu saja kami senang dikunjungi teman yang sudah lama tak bersua. Meski hanya untuk dua-tiga malam, seperti ada kenangan-kenangan yang dilekatkan kembali, tali persaudaraan yang dijalin lagi dan memori-memori yang diperbarui.
Lund memang sedang dingin dua minggu belakangan ini. Tapi semoga tawa dan kebersamaan yang dibagi, membuat hari-hari yang dilewatkan di Lund terasa sedikit lebih hangat. Vi ses, sampai jumpa lagi lain kali! 🙋🏻♀️
Leave a Reply