Segenggam Daun So dan Sepetak Tanah di Belakang Rumah

40cdd708-cefc-4922-b190-038d5cee858aPohon Melinjo, yang bernama latin Gnetum gnemon, lebih lazim disebut dengan pohon So di kampung halaman saya. Saya tidak tahu persis dari mana sebutan itu berasal, tapi pohon So adalah salah satu tanaman yang mudah ditemui di halaman belakang rumah-rumah.

Mungkin karena pohon ini termasuk mudah tumbuh di tanah yang kering dan berkapur. Mungkin juga karena pohon ini memiliki banyak fungsi: daun dan kulit buahnya bisa disayur, sementara buahnya diolah menjadi emping.

Tanpa saya sadari, pohon So telah menjadi bagian penting dari memori saya atas kampung halaman. Salah satu hal yang paling saya ingat dari masa kecil saya adalah menyaksikan nenek saya memanen melinjo dari dua pohon besar yang ada di belakang rumahnya. Dan saya yang memunguti buah-buah melinjo, memisahnya sesuai warna: hijau, kuning, atau merah.

Saya sendiri sebenarnya bukan penggemar daun So. Tapi siang tadi, saat berbelanja di salah satu toko spesialis bahan-bahan Asia di Lund, dan memegang sebungkus daun So seharga 15 kronor (sekitar Rp. 24.000) yang diimpor dari Thailand, tiba-tiba saya menyadari betapa jauhnya saya dari rumah saat ini.

Tak ada pohon So di belakang rumah yang saya tinggali. Tak ada butir-butir pohon melinjo warna-warni yang perlu saya masukkan ke karung-karung saat masa panen tiba. Hanya ada beberapa pohon apel yang mulai bersemi, juga pohon Birch yang memagari rel kereta.

Maka sebungkus daun So itupun saya bawa pulang. Saya berniat memasaknya persis seperti Ibu saya biasa memasaknya. Meski saya tahu, Ibu saya tak pernah mengeluarkan uang sepeserpun untuk segenggam daun So karena tinggal memetiknya dari halaman belakang rumah. Meski saya yakin, Ibu saya akan “protes” kalau mengetahui bahwa saya mengeluarkan Rp 24.000, hanya untuk segenggam daun So πŸ˜€ .

Lalu sore ini, saat dapur saya dipenuhi aroma tumisan bawang putih, bawang merah, dan lengkuas, mata saya berair. Sebagian karena habis mengiris bawang :D. Sebagian karena ada banyak kesadaran yang perlahan menyeruak. Menyesaki batin saya seiring saya memasukkan tahu, daun So dan bumbu-bumbu ke dalam wajan.

Betapa selama ini, ada beberapa hal yang sering saya perlakukan secara taken for granted. Saya terima begitu saja tanpa menganggapnya dengan serius, seperti saya memperlakukan pohon So di belakang rumah. Saya tidak menyadari betapa sesuatu bisa begitu berarti, hingga saya tinggal jauh dari rumah begini. Saya tidak menyadari betapa ada banyak makna yang tersimpan dalam hal-hal yang tampak sepele. Dalam segenggam daun So, misalnya.

Saat tumisan daun So dan tahu saya sudah matang, ada rasa tenang yang menjalari dada saya. Senyum saya mengembang menyaksikan suami dan anak saya makan dengan lahap. Ah, kadang kita memasak memang bukan hanya untuk menyiapkan makanan. Kita memasak untuk menghangatkan kenangan dan menyalakan kerinduan pada kampung halaman.

Bon AppΓ©tit!

 

Advertisement

8 responses to “Segenggam Daun So dan Sepetak Tanah di Belakang Rumah”

  1. Hamemayu, the name is andi abass. Remember your “sinetron” site, long time ago. Though i have not personally make new comments on all your articles, I do follow all your writings. I do like to introduce you to an elderly servian gentleman, who in many ways is like your goodself, loves writing. The name is PAVLE Radonic (email: pavlelazareva@hotmail.com). He has been to Jogja several times. I think he lives in Australia but travel frequently to Singapore and Malaysia. Can he get in touch with you. You could write to him directly, if that is your wish. best rdgs . Andi A. Abass

    1. Hi Andi, glad to hear again from you after a long time. I hope life is treating you well in Malaysia. Yes, sure, why not? He can reach me via this website or my email: dhrahmitasari@gmail.com.

      Take care,
      Hayu

    2. Hello Hayu,
      My Name is Pavle Radonic, the Australian writer Encik Andi wrote to you about last year. I am trying to contact Andi, could you pass me his email plz.
      We could talk another time about the writing life. I will have a look at this site shortly.
      Best
      Pavle

      1. Hayu Hamemayu

        Hi Pavle, I don’t have Andi’s email unfortunately. We were just in contact via this website. I’m sorry

  2. Masakan memang selalu membangkitkan kenangan.

    Salam kenal mbak 😊😊

    1. Iya mbak, bener banget 😊

      Salam kenal juga ya πŸ™‹πŸ»β€β™€οΈ

  3. The tears that coming from the remembrance of mother’s cook is the one that warmth the meal. Im going to cook one for myself!

    1. True. Can’t agree more πŸ™‚

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

A WordPress.com Website.

%d bloggers like this: