Amerika Serikat baru saja mencatatkan sejarahnya dengan memilih Donald Trump, si raja media, sebagai presiden mereka yang ke-45. Seperti pada pemilihan-pemilihan sebelumnya, pro dan kontra juga mewarnai pemilihan kali ini, terutama karena pernyataan-pernyataan serta tindakan Trump yang kontroversial dan dianggap tidak menunjukkan sikap kenegarawanan. Banyak yang mengira bahwa Trump sudah pasti kalah dari Hillary yang dicitrakan sebagai lebih memenuhi kualifikasi seorang presiden. Tapi bukan Amerika Serikat namanya jika tidak memberikan kejutan di detik-detik terakhir. Tak dijagokan, Trump justru mengungguli Hillary dengan angka 290 votes.
Saya tidak akan membahas tentang apakah Trump pantas menjadi presiden atau tidak. Tulisan ini tidak berpretensi untuk menganalisis mengapa Hillary bisa dikalahkan oleh pria yang dicap rasis dan masoginis tersebut. Hal itu di luar kapasitas dan minat saya. Saya lebih tertarik untuk mendiskusikan bagimana kemenangan Trump sejatinya adalah perwujudan dari mimpi-mimpi ala Amerika: the American dream.
Amerika Serikat kerap disebut sebagai tanah impian. Tanah di mana setiap orang dijanjikan kesuksesan dan masa depan. Tempat yang mengubah nobody menjadi somebody, from zero to hero, dan istilah-istilah lainnya. Tak heran banyak reality show yang menjanjikan mimpi tersebut bermunculan di Amerika Serikat. Reality show adalah jalan mewujudkan mimpi-mimpi Amerika. Sudah banyak kita mengenal tokoh-tokoh yang lahir dari acara-acara sejenis. Tokoh-tokoh yang kini menjadi “hero” bagi orang di seluruh dunia berkat reality show. Sebut saja Kelly Clarkson atau dalam skala yang lain, Kim Kardashian.
Amerika Serikat memang dibangun dengan mimpi. Mimpi atas kehidupan yang lebih baik dan lebih kaya untuk semua, terlepas dari apapun status sosial dan kelahirannya (Adams, 1931). Sejarah telah menempatkan Amerika Serikat pada posisi demikian. Tanpa mimpi, mustahil Amerika Serikat bisa menjadi seperti sekarang ini.
Kemenangan Trump seolah menegaskan kembali bahwa di Amerika Serikat, siapapun bisa menjadi apapun. Bahwa seseorang dengan kapasitas bagaimanapun, bisa menjadi presiden. Saya tidak mengatakan bahwa tidak semua orang boleh menjadi presiden. Tentu saja semua orang berhak menjadi presiden. Hanya saja kapasitas dan rekam jejaklah yang pada akhirnya menjadi penentu, apakah ia benar-benar pantas dan ahli atau sekedar bisa saja.
Maka, tidak ada yang aneh dengan kemenangan Trump. Dia hanya membuktikan bahwa Amerika Serikat adalah sebenar-benarnya tanah impian. Ya, Amerika Serikat hanya sedang menjalani mimpinya. Dan saya harap, semoga kali ini bukan mimpi buruk.
Leave a Reply