Kemarin..
aku menemukan secarik kertas di depan rumah
tampak kusam dan sedikit basah oleh sisa hujan semalam
kuambil kertas itu dan kubaca isinya:
“Aku mengenal seorang perempuan
dia sering menyebut dirinya mawar padang pasir
waktu kutanya mengapa
dia hanya tersenyum dan menjawab
aku mawar padang pasir yang mencari oase, begitu katanya padaku
…
harus kuakui dia cantik
dia menarik secara keseluruhan
tapi dia juga bisa menjadi sangat jelek
ketika sepasang bibir mungilnya manyun ke depan
atau ketika sepasang alisnya terangkat ke atas setiap kali dia marah-marah
dia begitu angkuh
sekaligus begitu rapuh
dia memaki kehidupan, dia berteriak
tapi aku pernah juga melihatnya menunduk dan menghitung air mata yang keluar dari hatinya
dia sombong
dia tak menerima saran
tapi dia sering berlari padaku untuk berkeluh kesah
dia sering meminjam pundakku untuk bersandar
dia begitu bijak dan dewasa
tapi ketika tangannya menggelanyut di pundakku
dan sepasang matanya menatap lurus langsung ke jantungku
entah kenapa aku merasa dia seperti anak kecil
anak kecil yang begitu polos dan sederhana
dia nyaman ku ajak bercerita
dia senang ku ajak berbagi
dia mendengarkan segenap kisahku
dia manggut-manggut dan siap dengan segala koreksi dan peng’iya’annya, begitu aku selesai bicara
dia tak takut gelombang
dia tak rentan angin dan cuaca
tapi dia tak segan berbagi payung
tak jengah untuk mengucap
“temani aku dong”
tanpa dia sadari
dia membuatku berarti
melihat tawanya
mendengar ceritanya
mengusap kepalanya
mencermati air matanya
membuatku merasa hidupku lebih berwarna
…
aku mengenal seorang perempuan
perempuan yang sering menyebut dirinya mawar padang pasir
tapi dia salah..
dia bukan mawar padang pasir yang kebingungan mencari oase
dia adalah oase itu sendiri
terutama bagiku”
Selesai kubaca, kulipat kertas itu dengan hati-hati
kusimpan di kotak kardusku yang paling bagus
kurawat baik-baik
sampai aku tahu
siapa pengirimnya..
—
djogja, 26 November 2006
—
terarsip di http://akuhayu.blog.friendster.com/2006/11/mawar-padang-pasir/
Leave a Reply