Apakah Caleg (harus) Tahu EYD?

Bapak saya pernah bilang, yang merusak Bahasa Indonesia adalah orang Indonesia sendiri. Awalnya saya ragu. Tapi dengan kecenderungan yang ada sekarang ini, mau tak mau, saya harus menyepakati omongan Bapak saya itu.

Lihat saja contohnya, sekarang, kita lebih terbiasa berbicara dengan bahasa-bahasa gaul, yang bisa dikatakan melenceng dari makna yang sesungguhnya. Misal kata “secara” yang dilekatkan pada sembarang kalimat, atau kata-kata plesetan lainnya. Belum jika kita menengok kebiasaan kita untuk mencampuradukkan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Seperti ada nilai rasa tertentu ketika kita memadupadankan bahasa-bahasa itu. Salah satu contohnya, beberapa orang akan lebih suka (dan bahkan lebih bangga) untuk bilang: “Wah, kemarin gue habis shopping, tau ga, barang-barangnya expensive gitu“.

Persoalan di atas ini, saya anggap sebagai gejala kultural yang wajar. Toh, bahasa oral memang berbeda dengan bahasa tulis. Asal tidak seperti kalimat ini saja: “Aduh, gue thirsty banget nih, padahal sudah minum lima gendul“.

Sayangnya, di luar perbedaan bahasa tutur dan bahasa tulis, banyak dari kita, ternyata, tidak memahami hal-hal mendasar yang sepele dari Bahasa Indonesia. Salah satunya dalam membedakan kata sifat dan kata benda. Sayangnya lagi, yang tidak memahami ini justru mereka-mereka yang kini tengah mengumbar janji menjelang Pemilu, alias siapa lagi kalau bukan para calon legislatif (caleg).

Saya tidak bisa menahan rasa dongkol saya ketika kemarin saya melihat foto seorang caleg yang dengan bangganya menulis: “Caleg Si A, pengalaman, adil dan jujur“. Tidakkah si pembuat iklan atau calegnya mengetahui bahwa pengalaman itu bukan kata sifat melainkan kata benda? Kalau caleg tersebut merasa perlu menonjolkan pengalamannya yang luar biasa di kancah perpolitikan, berilah awalan Ber- pada kata pengalaman sehingga menjadikannya punya makna: mempunyai pengalaman.

Kesalahan yang serupa juga dialami seorang caleg yang menyerukan kekuasaan untuk rakyat. Alih-alih mencoba menyampaikan informasi yang persuasif, caleg tersebut justru menulis “Rakyat Kuasa”, padahal kuasa–lagi-lagi–adalah kata benda, bukan kata keterangan seperti yang dimaksudkan si caleg.

Selain persoalan teknis tersebut, persoalan lainnya adalah begitu banyaknya kata-kata dalam iklan politik tersebut yang diumbar tanpa makna. Misal, ada seorang caleg mengklaim dirinya muda dan berani. Lalu kenapa kalau dia muda dan berani. “So What?” kalau kata anak sekarang. Saya juga muda (umur saya belum 30 tahun), saya juga berani (minimal untuk pergi ke kamar kecil sendiri meski sudah larut malam), tapi apakah itu lalu menjadikan saya layak dan pantas menjadi calon legislatif? Makna apa yang tengah dibangun dengan dua kata tersebut? Tak ada, hanya sebatas menyampah kata-kata! Hilang sudah semua teori tentang teks yang terikat konteks. Dalam iklan politik caleg tersebut, yang ada bukan konteks tapi ketidakjelasan kata dan makna dalam teks.

Dari sini barangkali kita bisa belajar, untuk tidak mengajari anak-anak kita nanti mengabaikan pelajaran Bahasa Indonesia dari SD hingga SMA. Sehingga ketika mereka tua dan mencoba terjun ke dunia politik suatu hari, minimal mereka tidak akan mempermalukan diri mereka sendiri dengan keliru memilih kata sifat dan kata benda.

Advertisement

15 responses to “Apakah Caleg (harus) Tahu EYD?”

  1. “…lima gendul” 😆

    Oiya, selain nyampah kata-kata seperti yang hayu bilang, mereka juga nyampah visual ya? Aku ada tuh poto2 caleg yang kelakuan (iki bener ra kalimate?). Ntar kalo timingnya pas, ku-posting deh di blog.

    Tuh, bloggernya aja nyusun kalimat sakpenake udele.

  2. mbak sanggita: hehehehe, mending kalo cakep ya mbak, yang ada, mereka mah sok kecakepan ;D

  3. Iya tuh… Apalagi baliho-baliho yang ada di enggok-enggokan itu.

    Udah tau kertas suara ndak ada fotonya, pada pasang tampang besar-besar di jalan.

  4. @abdee: yang penting nampang, pada banci tampil kali, hehehe

  5. benul2 mbak.. udah berbusa-busa tibakke salah. doh! jadi ketauan ‘begonya’ deh.. hue2. :p

  6. ada yang jadi superman juga 😆

  7. @watonmuni: iya, lihat di blog mbak sanggita, cuma bisa geleng-geleng kepala.. ;p

  8. kalau aku perhatikan, guru dan dosen bahasa indonesia saja sudah jarang yang menggunakan bahasa baku yang sesuai EYD dalam menyampaikan materi pelajarannya. Kalau pun ada, terdengar wagu.

  9. @btari: mungkin karena mereka sendiri memang sudah tidak sering menggunakan, jadi ketika mengajar, terdengar wagu..
    omong-omong, terima kasih sudah mampir 😉

  10. lupakan bahasa para caleg. Kita mulai dari blog kita untuk membenarkan EYD postingan kita. Eh, membenarkan ato membetulkan ya? ato apa atau ya?

    Wah perlu belajar lagi nih bahasa endonesa

  11. @phery: hahahaha, iya, mari berbenah diri, termasuk saya sendiri..
    terima kasih ya sudah mampir ^_^

  12. Ha ha ha ha ha (maaf “kudu ngguyu”, eh! “sudah ngguyu” dhing). Wah! pasti tambah remuk bahasa yang saya gunakan untuk komen ini. Iya ya, Bu Dosen, jebul berbahasa Indonesia dengan baik dan benar itu susah juga ya. Lebih-lebih untuk orang-orang awam, seperti saya dan para caleg itu. Hemmmm, mungkin ragam bahasa baru akan lahir, ragam bahasa caleg. He he he he he!

  13. Ki Dhalang: hehehe, saya juga masih harus belajar kok, minimal untuk tidak separah para caleg ;p

  14. maka dari itu, berhubung bahasa indonesiaku masih kacau balau..aku mutusin nggak jadi caleg..hehehe

    kalaupun nanti sudah bisa berbahasa indonesia baik dan benar sesuai EYD aku juga tetep nggak mau nyaleg…
    sayang duitnya kl cuma buat bikin baliho doang..

    mending juga duitnya dikumpulin buat minggat dari negeri yang sakit ini 😀

    eh, hayu..selamat menempuh hidup baru..maap telat, lha baru nemu blogmu juga ^_^

  15. dee: ini dita sma 8 bukan? iya makasih ya, gpp telat, heheheh

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

A WordPress.com Website.

%d bloggers like this: