Seni yang Tidak Seniningan.
Judul ini berawal dari kenangan masa lalu saya dengan kakak laki-laki saya. Waktu itu dia sering memlesetkan, kata seniman menjadi seniningan. Seniningan adalah sebuah kata dalam bahasa Jawa yang bisa juga disebut dengan ceniningan. Kata ini kurang lebih berarti aeng, nyleneh, atau unik.
Namun, seniningan juga bisa merujuk pada sesuatu yang ngawur, yang waton kalau dalam bahasa Jawa. Menurut kakak saya waktu itu, seniman itu tidak seniningan. Seniman justru mengikuti alur dan patokan yang disebut dengan seni itu sendiri.
Sayangnya, seni yang ada sekarang ini, meski saya bukan ahli seni, membuat saya sempat berpikir bahwa isinya terlalu seniningan. Misalnya lirik lagu yang isinya pisuhan (umpatan) semua, yang justru dianggap kreatif dan melupakan fakta bahwa anak-anak Indonesia kini menjadi konsumen lagu-lagu dewasa (karena mereka tidak punya lagu sendiri).
Atau lihat juga ketika beberapa orang yang tak paham koreografi mencoba menciptakan tarian tanpa unsur estetis sama sekali. Lalu dengan bangganya menyebut gerakan-gerakan ngawur itu dengan nama-nama tertentu. Misinya jelas, meningkatkan pamor dan undangan mengisi acara.
Dengan kenyataan tersebut, saya tidak bisa menghalangi diri saya untuk tidak berpikir, inilah seniningan yang dimaksud kakak saya sewaktu saya kecil dulu. Seniningan yang mengurangi kadar seni itu sendiri. Seniningan yang justru membuat seniman terasing dan tercerabut dari akar keindahan. Padahal bukankah seni harusnya menjadikan hidup ini indah, menjadikannya halus, menjadikannya penuh warna?
Lalu mengapa seni yang ada kini tak tentu. Lirik lagu tak lagi merdu. Tarian tak lagi memanjakan. Semua hanya mengejar seni yang bukan lagi seni, melainkan (hanya) seniningan.
Leave a Reply