Senja tak selalu ada saat kita bersama
Mungkin sekali waktu, dia ingin membiarkan kita berduaan saja
Agar bisa berbagi cerita, tanpa takut diketahui olehnya..
—
Tapi sore itu
Senja mengintip malu-malu
Mungkin dia hanya ingin tahu
Luka apa yang membekukanku malam lalu..
—
Atau dia membaca pesan yang kusampaikan
Pada awan yang mengirimiku hujan
Tentang kesedihan sesaat yang dibawa hari yang belum sore
Kesedihan yang hadir seperti udan panas gege
—
Kini dia tahu
Kita (sudah) baik-baik saja
Maka dia merelakan malam menjemputnya
Dan meminta bulan pucat untuk menggantikannya
—
“Awasi mereka”, mungkin itu kata yang sempat dia bisikkan
—
Lalu bulan putih di atas sana seperti berkata:
“Senja senang kalian baik-baik saja”
—
Masjid Kampus UGM, 12 November 2008
-Hayu-
Hay… ada lagi nih yang sama. Sama-sama menganalogikan peristiwa kehidupan dengan sang alam. Ada “Badai Pasti Berlalu: Sebuah Metafora” di dalam blogku. Salut deh.. puisimu bagus-bagus. Kadang aku ngerasa mentok cari analogi. Mungkin karna aku orangnya juga kurang suka basa-basi. Just like my blog: apa adanya Adhya.
hahahaha, kita emang sama ;p. Pas kapan gt Imam jg bilang: “kowe makin hari kok makin mirip adhya tho”? hehehehehe
anyway, terima kasih pujiannya, oke, kutengok blogmu segera!! ^_^
ini Hayu yg kukenal bukan ya?
udan panas gege, tetap bawa rindu yang purba hay? ^-^
yoi dear winda, hehehehe
Iya Hang.. itu Hayu teman nge-LO kita.. btw Hay, add YMku donk..adhyaku@yahoo.com