Sebelumnya, perlu saya tegaskan bahwa ini bukan tulisan yang berniat untuk mengiklan, saya hanya meminjam tag line dari sebuah merk produk untuk mewakili kegelisahan saya yang akhir-akhir ini tengah dibuat gerah dengan aksi jaminan mutu.
Ya, setiap hal di Indonesia kini harus dijamin mutunya. Termasuk soal pendidikan.
Semua harus sesuai standar yang ditentukan.
Semua harus memenuhi quality assurance.
Memang sih konsep tentang penjaminan mutu yang marak digagas ini sebenarnya bagus.
Hanya saja masalahnya, siapkah kita dengan sistem seperti itu?
Punya modal awalkah kita untuk memastikan itu semua berjalan sesuai yang diharapkan?
Jangan-jangan, kita hanya terburu nafsu.
Mengejar sesuatu yang akarnya sebenarnya sangat kompleks, dan justru melupakan esensi yang sebenarnya.
Dalam pendidikan misalnya.
Segala hal tentang sertifikasi guru dan dosen, kemudian jaminan mutu, lalu quality assurance, tak jarang justru menjauhkan para akademisi dari fungsi yang seharusnya dilakoni. Beberapa waktu yang lalu, Bapak saya mengeluh tentang anak buahnya yang sibuk ikut penataran. Ikut seminar ini itu. Demi mengejar nilai untuk kemudian mendapatkan sertifikasi,dan lupa pada tugas dasarnya sebagai pendidik.
Boro-boro nyiapin bahan ajar, atau memikirkan metode pembelajaran, energinya sudah habis tersita untuk seminar dan penataran.
Sesampainya di sekolah yang ada cuma gelisah, lalu mengeluarkan kalimat standar:
“Ya, hari ini pelajarannya mengarang bebas”
Untuk apa ada jaminan mutu jika itu hanya membuat pendidikan menjadi kian carut cemarut?
Apa jadinya pendidikan jika kita terlalu sibuk dengan kemasan?
Sibuk dengan komoditi.
Sibuk dengan logika berjualan.
Pendidikan yang sesungguhnya tidak membutuhkan sertifikat, tidak memerlukan jaminan, jika saja orang-orang yang ada di dalamnya tahu esensi dari pendidikan yang sebenarnya.
Sedikit mengutip Ashadi Siregar:
Untuk mengaktualisasikan pendidikan yang bermutu, pertama-tama, pribadi-pribadi yang berada dalam institusi pendidikan yang ada dalam bangunan sosial Indonesia haruslah sudah bermutu. Baru setelah itu, institusi-atau dalam hal ini sistem-pendidikannya bisa bermutu.
Pertanyaannya sekarang, sudahkah para praktisi pendidikan di Indonesia ini (termasuk saya) bermutu?
Leave a Reply