Geliat Ruang Publik Jogja

Sejak tujuh tahun yang lalu, sejak saya memutuskan untuk hijrah dari kota kecil saya ke Jogja, saya selalu melewati tempat yang sama setiap hari: Alun-alun selatan. Maklum, rumah tempat saya mondhok, memang di dekat situ. Sejak lima tahun itu pula saya menyadari perubahan-perubahan yang terjadi pada dataran berbentuk persegi tersebut.

Masyarakat menamainya alun-alun, yang artinya halaman kediaman raja. Kraton Jogja, yang diartikan sebagai kediaman Raja, memiliki dua buah alun-alun yaitu alun-alun utara dan alun-alun selatan. Alun-alun utara terletak di halaman depan, sementara alun-alun selatan terletak di belakang kraton dan dikenal dengan sebutan alun-alun pengkeran atau alkid (alun-alun kidul). Setiap hal yang berada di lingkungan Kraton selalu sarat makna, tak terkecuali alun-alun selatan. Bahkan setiap pohon yang tumbuh di sekitar alkid pun memiliki maknanya sendiri-sendiri. Pohon Kweni misalnya, diartikan sebagai simbol keberanian karena berasal dari bahasa Jawa ‘Wani’.

Awalnya, alkid difungsikan sebagai tempat latihan baris-berbaris prajurit Kraton, persiapan upacara kerajaan, pemberangkatan jenazah, dan lain-lain. Tapi kini, alkid telah menjelma menjadi pasar klithikan (barang bekas), tempat berolahraga, tempat rekreasi bahkan lahan mengais rejeki. Alkid tak ubahnya seperti panggung, dimana dinamika kehidupan bergerak secara cepat dan setiap detiknya menghasilkan cerita yang berbeda.

Di pagi hari, kita akan menemui banyak orang yang berolah raga atau menyantap sarapan. Waktu matahari mulai tinggi, giliran pedagang klitihkan bertebaran di sekeliling alun-alun. Sore hari, alun-alun selatan dipadati oleh para orang tua yang mengajak anaknya jalan-jalan, serombongan pemuda yang bermain bola atau sepasukan pleton inti sebuah sekolah yang latihan baris-berbaris. Malam harinya, puluhan anak muda mengelilingi beringin kurung untuk melakukan ritual masangin (masuk diantara dua beringin). Uniknya, setiap perbedaan waktu tersebut menghadirkan tokoh yang berbeda pula. Mulai dari orang dewasa hingga anak kecil, masing-masing mempunyai jatah waktu dan tempat di alun-alun. Tak heran jika kemudian muncul beragam fasilitas pendukung seperti penjual makanan ringan (tempura, cimol, leker, dll) dan persewaan mainan seperti kereta kelinci, komedi putar mini, dll.

Geliat ruang publik Jogja, semakin hari semakin menarik untuk dicermati. Tak hanya di alun-alun selatan, kebutuhan akan sebuah ruang terbuka juga dirasakan di seputaran kampus UGM dan stasiun Lempuyangan. Cobalah sesekali melewati Kampus UGM di hari minggu pagi atau melewati sebelah bawah jembatan layang setiap sore. Anda akan mendapati puluhan bahkan ratusan penduduk yang mencoba bersantai di kedua tempat itu. Mirip dengan yang terjadi di alun-alun selatan. Padahal yang dilakukan tak lebih dari sekadar mengobrol atau bermain dengan anak-anak mereka. Sekilas tak ada yang istimewa. Apa sih enaknya menonton kereta lewat?. Namun, fenomena ini justru menjelaskan bahwa masyarakat kita tengah berada pada sebuah titik kegelisahan. Kegelisahan akan adanya ruang bersama yang murah, nyaman dan menyenangkan. Sayangnya, demi mengurangi kegelisahan tersebut, berbagai benturan kepentingan menjadi konsekuensi yang sulit dihindari. Antara kebudayaan dan modernisasi misalnya, seperti yang terjadi di alun-alun selatan, atau antara kebutuhan rekreasi dengan akademik yang merupakan isu lama di kampus UGM.

Apapun itu, semoga alun-alun selatan bisa menjawab kebutuhan kita akan ruang publik. Sebuah tempat dimana kita bisa duduk berselonjor kaki, menikmati jagung bakar dan semangkuk wedang ronde, sembari mendengarkan lagu yang mengalun dari pemusik jalanan: “Terhanyut aku akan nostalgi, saat kita sering luangkan waktu, nikmati bersama, suasana Jogja”.

Advertisement

One response to “Geliat Ruang Publik Jogja”

  1. […] Geliat Ruang Publik Jogja ..kini, alkid telah menjelma menjadi pasar klithikan (barang bekas), tempat berolahraga, tempat rekreasi bahkan lahan mengais rejeki. Alkid tak ubahnya seperti panggung, dimana dinamika kehidupan bergerak secara cepat dan setiap detiknya menghasilkan cerita yang berbeda… […]

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

A WordPress.com Website.

%d bloggers like this: